Mikroba yang Baru Ditemukan Mengubah Karbon Menjadi Energi – dan Menjelaskan Asal Usul Kehidupan
Mode metabolisme energi yang tidak biasa yang ditemukan pada mikroba yang baru diidentifikasi memberikan wawasan segar mengenai proses kehidupan primitif dan menawarkan aplikasi bioteknologi yang menjanjikan.
Ditemukan di sumber air dalam di California utara, organisme ini mengubah karbon dioksida menjadi bahan kimia kaya energi menggunakan jalur metabolisme yang sebelumnya tidak diketahui, berpotensi meniru mekanisme kehidupan awal dan membuka jalan bagi kemajuan dalam manufaktur mikroba dan produksi biofuel.
Penemuan Mikroba Unik
Para ilmuwan RIKEN telah menemukan mikroba baru yang dapat memberikan wawasan penting tentang asal usul kehidupan di Bumi, pencarian kehidupan di luar bumi, dan kemajuan dalam manufaktur berbasis mikroba.
Penelitian mereka, yang dilakukan di sumber air terjal dan dalam di California utara, menemukan mikroorganisme yang mengubah karbon dioksida menjadi bahan kimia lainnya. Proses ini tidak hanya menghasilkan energi, namun menggunakan jalur metabolisme yang sebelumnya tidak diketahui, sehingga menunjukkan metode baru fiksasi karbon yang mungkin meniru bentuk metabolisme energi paling awal di planet kita.
“Ini benar-benar tidak biasa,” kata Shino Suzuki, penulis utama studi tersebut dan ahli mikrobiologi yang mengepalai Laboratorium Geobiologi dan Astrobiologi di RIKEN Cluster for Pioneering Research di Wako, Jepang.
Kondisi yang tidak biasa di mana mikroorganisme hidup dapat menjadi kandidat lingkungan tempat asal kehidupan di Bumi, sehingga fiksasi karbon jenis baru ini “dapat mewakili salah satu proses konversi energi paling awal dalam kehidupan primitif,” kata Suzuki. Ternyata, hal ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi mikroba bahan kimia dan biofuel.
Dunia Mikroba yang Belum Dipetakan
Mikroba tersebut, sejenis makhluk hidup bersel tunggal yang dikenal sebagai archaeon, berasal dari ekosistem dunia lain yang disebut The Cedars. Terletak sekitar 150 kilometer sebelah utara Jembatan Golden Gate yang ikonik di San Francisco, harta karun geologis ini dicirikan oleh formasi mineral aneh yang disebabkan oleh batuan bawah tanah tertentu yang bereaksi dengan air. Proses ini menghasilkan perairan yang kaya akan kalsium, hidrogen, dan gas metana, namun kekurangan bahan-bahan lain yang biasanya diperlukan untuk kehidupan. Meski begitu, kehidupan tumbuh subur di sana.
Sekitar 15 tahun yang lalu, Suzuki dan kolaboratornya mulai mengkarakterisasi mikroba di lingkungan yang tidak bersahabat ini, menggunakan teknik pengurutan genetik canggih untuk mengidentifikasi bakteri dan archaea di alam yang belum dipetakan ini. Mereka menemukan berbagai mikroba eksotik, masing-masing dengan ciri genom dan fungsi metabolisme yang berbeda.
Beberapa dari mereka mengonsumsi hidrogen, sementara yang lain mengonsumsi mineral terlarut dalam air alkali. Namun mungkin tidak ada yang lebih aneh—dan menarik—daripada Met12.
Wawasan Genetik dan Adaptasi Mikroba
Met12 adalah archaeon melimpah yang hidup di perairan dalam The Cedars. Analisis genetik mengungkapkan bahwa bakteri ini berkerabat dekat dengan sekelompok mikroba anaerobik yang dikenal karena kemampuannya menghasilkan metana sebagai produk sampingan metabolisme mereka. Namun, Met12 kekurangan gen yang dibutuhkan untuk membuat metana.
Sebaliknya, mikroba bergantung pada jalur metabolisme alternatif di mana karbon dioksida diubah menjadi molekul organik yang disebut asetat, tanpa ada metana yang dilepaskan dalam proses tersebut. Khususnya, operasi ini dibantu melalui gen unik yang disebut MmcX.
Gen ini, seperti yang ditunjukkan Suzuki dan timnya, membantu meningkatkan kapasitas impor elektron Met12, sehingga memungkinkan metabolisme energi lebih kuat. Adaptasi ini sangat penting bagi mikroba untuk berkembang di daerah seperti The Cedars yang, pada pandangan pertama, tampak sama sekali tidak ramah terhadap kehidupan tersebut.
Menurut Suzuki, penemuan ini menunjukkan suatu bentuk kehidupan yang beradaptasi dengan lingkungan ekstrem dengan cara yang tidak terduga, sebuah temuan yang dapat mencerminkan bagaimana kehidupan primitif atau bahkan di luar bumi muncul dalam kondisi keras yang diperkirakan ada di awal Bumi atau planet lain. “Hal ini dapat memberikan beberapa wawasan tentang asal usul kehidupan,” kata Suzuki.
Perbatasan Baru dalam Rekayasa Mikroba
Ketika Suzuki, bersama dengan kolaborator dari Amerika Serikat, Denmark, dan tempat lain di Jepang, pertama kali menemukan Met12, mereka tidak mempercayai temuan mereka sendiri. “Saya meragukan diri saya sendiri,” kata Suzuki. “Saya pikir saya telah melakukan kesalahan.”
Dengan hanya urutan gen yang tersedia, mereka harus menggunakan metode proses untuk merekonstruksi genom mikroba yang diedarkan. Membudidayakan Met12 di laboratorium terbukti menantang, sehingga mereka tidak dapat memverifikasi keberadaannya melalui metode mikrobiologi tradisional. Beralih ke biologi sintetik, para peneliti harus menggunakan metode verifikasi kreatif untuk meyakinkan diri mereka sendiri bahwa organisme tersebut nyata.
Mereka memasukkan gen MmcX ke dalam bakteri berbentuk batang, yang direkayasa secara genetik agar tidak memiliki aktivitas transfer elektron. Perubahan ini membantu menyelamatkan kemampuan penyerapan elektron mikroba, bahkan hingga melampaui tingkat normal. Melalui eksperimen lebih lanjut, para peneliti menyimpulkan bagaimana Met12 mampu memanfaatkan elektron ini untuk memfasilitasi metabolisme energi, dengan karbon dioksida sebagai sumber bahan bakar utama.
Potensi Penerapan dan Penelitian Masa Depan
Penemuan ini mempunyai implikasi praktis. Bakteri yang meningkatkan aktivitas metabolisme dan keserbagunaannya biasanya digunakan untuk membuat biofuel. Dengan menggunakan MmcX, Suzuki berharap dapat meningkatkan efisiensi mikroba hasil rekayasa genetika yang mengandalkan transfer elektron untuk membantu pembuatan bahan kimia dan biofuel. Inovasi mereka telah menghasilkan pengajuan paten untuk teknologi molekuler ini.
Karakterisasi archaeon ini juga dapat membantu penyerapan karbon, yang merupakan prioritas mitigasi emisi guna memperlambat laju perubahan iklim.
Kemungkinan inovasi tidak berakhir pada MmcX. Suzuki mengantisipasi penemuan luar biasa lebih lanjut yang akan terjadi setelah eksplorasi tambahan di The Cedars dan penyelidikan lingkungan unik lainnya dengan sumber keanekaragaman genetik yang belum dimanfaatkan.
Timnya sekarang mencari organisme ekstremofil di tempat-tempat seperti sumber air panas Hakuba Happo di Pegunungan Alpen Jepang, sumber air panas dengan kandungan alkali tinggi yang memiliki kondisi serupa dengan The Cedars, dan gunung berapi bawah laut di palung laut terdalam di dunia, Palung Mariana, terletak di Samudera Pasifik bagian barat.
“Masih banyak lagi gen menarik yang belum terungkap,” katanya.
Referensi: “Sebuah archaeon non-metanogenik dalam ordo tersebut Methanocellales” oleh Shino Suzuki, Shun'ichi Ishii, Grayson L. Chadwick, Yugo Tanaka, Atsushi Kouzuma, Kazuya Watanabe, Fumio Inagaki, Mads Albertsen, Per H. Nielsen dan Kenneth H. Nealson, 13 Juni 2024, Komunikasi Alam.
DOI: 10.1038/s41467-024-48185-5