Pelacak Kesehatan Baru Caltech Beroperasi dengan Keringat dan Sinar Matahari
Sensor keringat bertenaga surya yang dikembangkan di Caltech menggunakan sel surya perovskit sebagai energi, sehingga memungkinkan pemantauan kesehatan berkelanjutan dalam kondisi dalam ruangan.
Sensor ini dapat melacak beberapa biomarker, sehingga menawarkan alat non-invasif untuk mengelola berbagai kondisi kesehatan dengan biaya yang efektif.
Sensor Keringat yang Dapat Dipakai
Keringat, seperti darah, mengandung informasi kesehatan yang berharga—tetapi mengumpulkannya jauh lebih tidak invasif. Konsep ini mendorong pengembangan sensor keringat yang dapat dikenakan yang dibuat oleh Wei Gao, asisten profesor teknik medis Caltech, Investigator Heritage Medical Research Institute, dan Ronald dan JoAnne Willens Scholar.
Selama lima tahun terakhir, Gao telah menyempurnakan perangkat yang dapat dikenakan ini untuk mendeteksi berbagai indikator kesehatan, termasuk garam, gula, asam urat. asam, asam aminovitamin, dan bahkan molekul kompleks seperti protein C-reaktif, yang menandakan risiko kesehatan tertentu. Dalam inovasi terbarunya, yang dikembangkan bekerja sama dengan tim Martin Kaltenbrunner di Johannes Kepler University Linz di Austria, Gao telah melengkapi sensor ini dengan sel surya fleksibel untuk pengoperasian terus-menerus dan tanpa baterai.
Kemajuan dalam Teknologi Wearable Bertenaga Surya
Sel surya yang digunakan di laboratorium Gao terbuat dari kristal perovskit, bahan yang memiliki struktur kimia yang sama yang pertama kali ditemukan pada mineral kalsium titanium oksida. Perovskit telah menarik perhatian pengembang sel surya karena beberapa alasan: Pertama, biaya produksinya lebih murah dibandingkan silikon (bahan utama yang digunakan dalam sel surya sejak tahun 1950an), yang harus dimurnikan melalui berbagai proses. Kedua, perovskit 1.000 kali lebih tipis dibandingkan lapisan sel surya silikon, menjadikannya “quasi-2D” dalam istilah Gao. Ketiga, perovskit dapat disesuaikan dengan spektrum pencahayaan yang berbeda, mulai dari sinar matahari luar ruangan hingga berbagai bentuk pencahayaan dalam ruangan. Terakhir, dan yang paling menarik bagi para pionir energi surya, sel surya perovskit mencapai efisiensi konversi daya (PCE) yang lebih tinggi dibandingkan silikon, yang berarti sel surya tersebut dapat mengubah sebagian besar cahaya yang diterima menjadi listrik yang dapat digunakan.
Peningkatan Efisiensi Sel Surya Perovskit
Sel surya silikon telah mencapai tingkat PCE yang berkisar antara 26–27 persen, meskipun dalam penggunaan biasa kisarannya berkisar antara 18 dan 22 persen. Sebaliknya, sel surya perovskit fleksibel (FPSC) pada sensor keringat Gao memiliki PCE yang memecahkan rekor melebihi 31 persen di bawah penerangan cahaya dalam ruangan. “Kami tidak ingin hanya menggunakan sinar matahari yang terik untuk memberi daya pada perangkat wearable kami,” jelas Gao. “Kami lebih peduli dengan kondisi kehidupan nyata, termasuk pencahayaan normal di kantor dan rumah. Banyak sel surya memiliki efisiensi tinggi di bawah sinar matahari yang terik, namun tidak dalam kondisi pencahayaan dalam ruangan yang lemah.” FPSC pada sensor keringat sangat cocok untuk pencahayaan dalam ruangan, kata Gao, karena “respons spektral FPSC sangat cocok dengan spektrum emisi pencahayaan dalam ruangan pada umumnya.”
Transisi ke Tenaga Surya di Perangkat yang Dapat Dipakai
Versi sebelumnya dari sensor keringat Gao ditenagai oleh baterai lithium-ion yang berukuran besar dan harus diisi ulang dengan sumber listrik eksternal. Pencarian sumber listrik yang lebih ringan dan terbarukan untuk menggerakkan perangkat dengan permintaan tinggi ini membuat laboratorium Gao mencoba menggunakan sel surya silikon, yang menurut mereka terlalu kaku, tidak efisien, dan bergantung pada kondisi pencahayaan yang kuat. Mereka juga bereksperimen dengan mengumpulkan energi dari bahan kimia dalam keringat manusia (bahan bakar hayati yang tersedia) dan gerakan tubuh, namun ternyata bahan-bahan tersebut terlalu tidak stabil atau membutuhkan terlalu banyak usaha dari pihak pemakainya.
Pemantauan Kesehatan Berkelanjutan Dengan Sensor Baru
Penggunaan FPSC memungkinkan Gao membuat sensor keringat yang dapat dipakai selama 12 jam sehari, memberikan pemantauan terus menerus terhadap pH, garam, glukosa, dan suhu, serta pemantauan berkala (setiap lima hingga 10 menit) terhadap laju keringat. Semua ini dilakukan tanpa baterai atau sumber cahaya khusus. Selain itu, karena sumber listrik menjadi lebih ringan dan tidak rumit, perangkat wearable ini memiliki ruang untuk detektor tambahan untuk memantau sejumlah besar biomarker secara bersamaan.
Desain dan Fungsi Sensor Wearable Terbaru
Sensor keringat baru yang dapat dikenakan ini, seperti pendahulunya, dirakit seperti origami, dengan lapisan individual yang didedikasikan untuk proses berbeda. Sensor memiliki empat komponen utama yang saling berinteraksi. Yang pertama didedikasikan untuk manajemen daya—menyebarkan listrik yang dihasilkan oleh sel surya. Yang kedua memungkinkan iontophoresis, induksi keringat tanpa olahraga apa pun atau paparan panas tinggi yang diperlukan oleh pemakainya. Dalam penelitian Gao, iontophoresis dilakukan setiap tiga jam untuk memastikan tersedia cukup keringat untuk terus memantau biomarker yang diamati. Yang ketiga memungkinkan pengukuran elektrokimia berbagai zat dalam keringat. Yang keempat mengelola pemrosesan data dan komunikasi nirkabel, yang memungkinkan sensor berinteraksi dengan aplikasi ponsel untuk menampilkan hasil pemantauan sensor yang sedang berlangsung.
Potensi Ekonomi dan Klinis Sensor Keringat Bertenaga Surya
Dirakit sepenuhnya, sensor ini berukuran 20 x 27 x 4 milimeter, dan dapat menangani tekanan mekanis yang terkait dengan pemakaian pada tubuh. “Sebagian besar elemen sensor keringat, seperti elektronik dan FPSC, dapat digunakan kembali,” tambah Gao. “Satu-satunya pengecualian adalah patch sensor, yang sekali pakai, dan dapat diproduksi massal dengan biaya rendah menggunakan pencetakan inkjet.” Tambalan sensor ini juga dapat disesuaikan dengan zat apa yang ingin diukur pengguna di tubuhnya.
Implikasi yang Lebih Luas terhadap Pemantauan Kesehatan
Saat sensor keringat bertenaga surya ini digunakan, sensor ini akan mampu mengukur jauh lebih banyak daripada pelacak kebugaran atau kesehatan mana pun saat ini. Misalnya, obat ini dapat digunakan untuk manajemen diabetes (penelitian menunjukkan bahwa glukosa dalam keringat sangat mirip dengan glukosa dalam darah) dan untuk mendeteksi berbagai kondisi seperti penyakit jantung, fibrosis kistik, dan asam urat. Karena bersifat non-invasif dan dapat melakukan beberapa pengukuran dalam jangka waktu singkat, sensor ini dapat membedakan garis dasar seseorang untuk zat-zat seperti kortisol, hormon, atau metabolit berbagai nutrisi dan obat-obatan. Setelah kadar dasar zat-zat tersebut diketahui, penyimpangan di masa depan akan memberikan cara diagnosis yang lebih efektif dibandingkan dengan pengambilan darah tunggal. Dan karena sensor ini relatif murah, harapannya adalah bahwa sensor ini dapat menjadi alat diagnostik yang sangat baik di seluruh dunia, termasuk di negara-negara berkembang.
Referensi: “Biosensor otonom yang dapat dipakai dan ditenagai oleh sel surya perovskit” oleh Jihong Min, Stepan Demchyshyn, Juliane R. Sempionatto, Yu Song, Bekele Hailegnaw, Changhao Xu, Yiran Yang, Samuel Solomon, Christoph Putz, Lukas E. Lehner, Julia Felicitas Schwarz, Clemens Schwarzinger, Markus Clark Scharber, Ehsan Shirzaei Sani, Martin Kaltenbrunner dan Wei Gao, 20 Juli 2023, Elektronik Alam.
DOI: 10.1038/s41928-023-00996-y
Penelitian ini didukung oleh Institut Kesehatan NasionalKantor Penelitian Angkatan Laut untuk Kesehatan Luar Angkasa, National Science Foundation, dan Hibah Awal Dewan Penelitian Eropa. Rekan penulis termasuk Jihong Min, Juliane R. Sempionatto, Yu Song, Changhao Xu, Yiran Yang, Samuel Solomon, dan Ehsan Shirzaei Sani dari Caltech, dan Stepan Demchyshyn, Bekele Hailegnaw, Christoph Putz, Lukas Lehner, Julia Felicitas Schwarz, Clemens Schwarzinger , Markus Scharber, dan Martin Kaltenbrunner dari Universitas Johannes Kepler Linz.