Peleburan Baja Tanpa Bahan Bakar Fosil: Tenaga Surya Mendobrak Batasan 1.000°C untuk Pemanasan Industri
Peneliti Swiss telah mengembangkan metode energi surya menggunakan kuarsa sintetis untuk mencapai suhu di atas 1.000°C untuk proses industri, yang berpotensi menggantikan bahan bakar fosil dalam produksi materials seperti baja dan semen.
Alih-alih membakar bahan bakar fosil untuk mencapai suhu yang dibutuhkan untuk melebur baja dan memasak semen, para ilmuwan di Swiss ingin menggunakan panas matahari. Studi pembuktian konsep ini menggunakan kuarsa sintetis untuk memerangkap energi matahari pada suhu di atas 1.000°C (1.832°F), yang menunjukkan potensi peran metode ini dalam menyediakan energi bersih untuk industri padat karbon. Sebuah makalah tentang penelitian ini diterbitkan pada 15 Mei di jurnal Perangkat.
Perlunya Dekarbonisasi
“Untuk mengatasi perubahan iklim, kita perlu melakukan dekarbonisasi energi secara umum,” kata penulis koresponden Emiliano Casati dari ETH Zurich, Swiss. “Masyarakat cenderung hanya menganggap listrik sebagai energi, namun faktanya, sekitar separuh energi tersebut digunakan dalam bentuk panas.”
Kaca, baja, semen, dan keramik adalah inti dari peradaban trendy, penting untuk membangun segala sesuatu mulai dari mesin mobil hingga gedung pencakar langit. Namun, pembuatan bahan-bahan ini memerlukan suhu lebih dari 1.000°C dan sangat bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan panas. Industri-industri ini menyumbang sekitar 25% dari konsumsi energi international. Para peneliti telah mengeksplorasi alternatif energi ramah lingkungan dengan menggunakan penerima tenaga surya, yang memusatkan dan menghasilkan panas dengan ribuan cermin pelacak matahari. Namun, teknologi ini mengalami kesulitan dalam mentransfer energi matahari secara efisien di atas 1.000°C.
Penerima Tenaga Surya yang Inovatif
Untuk meningkatkan efisiensi penerima tenaga surya, Casati beralih ke bahan semitransparan seperti kuarsa, yang dapat memerangkap sinar matahari—sebuah fenomena yang disebut efek perangkap termal. Tim tersebut membuat perangkat perangkap panas dengan menempelkan batang kuarsa sintetis ke piringan silikon buram sebagai penyerap energi. Ketika perangkat tersebut terkena fluks energi yang setara dengan cahaya yang berasal dari 136 matahari, pelat penyerap mencapai 1.050°C (1.922°F), sedangkan ujung batang kuarsa lainnya tetap pada 600°C (1.112°F).
Membuat Terobosan Baru dalam Perangkap Panas Matahari
“Penelitian sebelumnya hanya berhasil menunjukkan efek perangkap termal hingga 170°C (338°F),” kata Casati. “Penelitian kami menunjukkan bahwa perangkap panas matahari bekerja tidak hanya pada suhu rendah, namun jauh di atas 1.000°C. Hal ini penting untuk menunjukkan potensinya dalam penerapan industri di dunia nyata.”
Dengan menggunakan mannequin perpindahan panas, tim juga mensimulasikan efisiensi perangkap termal kuarsa dalam kondisi berbeda. Mannequin tersebut menunjukkan bahwa perangkap termal mencapai suhu goal pada konsentrasi yang lebih rendah dengan kinerja yang sama, atau pada efisiensi termal yang lebih tinggi untuk konsentrasi yang sama. Misalnya, receiver canggih (tanpa pelindung) memiliki efisiensi 40% pada 1.200°C, dengan konsentrasi 500 matahari. Penerima yang dilindungi dengan kuarsa 300 mm mencapai efisiensi 70% pada suhu dan konsentrasi yang sama. Penerima tanpa pelindung memerlukan setidaknya 1.000 konsentrasi matahari untuk kinerja yang sebanding.
Arah Masa Depan dan Kelayakan Ekonomi
Casati dan rekan-rekannya kini mengoptimalkan efek perangkap termal dan menyelidiki penerapan baru untuk metode tersebut. Sejauh ini, penelitian mereka cukup menjanjikan. Dengan mengeksplorasi materials lain, seperti berbagai cairan dan fuel, mereka mampu mencapai suhu yang lebih tinggi. Tim juga mencatat bahwa kemampuan bahan semitransparan ini dalam menyerap cahaya atau radiasi tidak terbatas pada radiasi matahari saja.
“Masalah energi adalah landasan bagi kelangsungan hidup masyarakat kita,” kata Casati. “Energi surya sudah tersedia dan teknologinya sudah ada. Untuk benar-benar memotivasi adopsi industri, kita perlu menunjukkan kelayakan ekonomi dan manfaat teknologi ini dalam skala besar.”
Referensi: “Perangkap panas matahari pada 1.000°C ke atas” oleh Emiliano Casati, Leo Allgoewer dan Aldo Steinfeld, 15 Mei 2024, Perangkat.
DOI: 10.1016/j.machine.2024.100399